LaGi,,, BaPaKkU Di BoHonGiN LAgI,,,

Hancur... lebur... porak poranda tak berbekas dan tak bersisa... Dalam hati Bapak bertanya "Sudahkah aku menepatkan dan meletakkan kepercayaanku pada piring yang tepat??"

Dengan teralsis harapan.. dengan renda kesetiaan yang ternoda Bapakku berusahan bertahan ditepian perasaan kepercayaan. Dua kali ini sudah Bapak di bodohi oleh orang-orang di kepercayaan sekeliingnya. Bagaikan mencoreng arang di muka wajah sendiri, itulah yang Bapak rasakan. Betapa malu.. malu.. dan malu sekali Bapak. Betapa tidak, pertama. Tekhnogi mainan anak kecil yang tidak realistis menipu Bapak. Tekhnologi yang konon katanya biasa merubah air menjadi api membuat Bapak percaya. Dungu memang... itulah mistis di negeriku. Dan sekarang untuk kesekian kalinya, Bapakku kembali tertipu dengan pepesan kosong, padi sebutir bisa menghasilkan 1000 kg beras. Dan hasilnya memang kosong belaka.

Sungguh aku merasa prihatin dengan keadaan Bapak sekarang ini!!! Bila waktu dapat diputar kembali, tentunya Bapak tidak inggin berada di posisi sekarang ini.

"Oh.. angin.. Dapatkah engkau mendengar tangis ratapan kesedihan ini??" "Dapatkah engkau mendengar rintihan ini??" "Ataukah dirimu bagai mereka yang berkuasa dan bangga atas segala kesalahan dan tidak memperhatikan latar belakang semua peristiwa ini??" "Wahai kehidupan dari semua pendengar, apakah engkau mendengar keluh kesahku ini??" Bapakku meratapi semua kesalahan yang tak luput dari jati seorang anak manusia. Dengan harapan semoga mendapat maaf, walau harus menyembah dihadapannya.

karena kesalahan yang mereka lakukan, Bapakku harus mengetuk pintu dan menunggu gerbang pengampunan. Seperti seperti air sungai di Batavia dengan pabrik industri, yang selamanya tetap tercemar.

Aku anaknya, yang sangat bangga dengan Orang Tua yang mandidiknya. Bagaimanapun juga Bapakku tetaplah Bapakku. Seorang guru bangsa. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya.